Buscar

Páginas

Peselingkuh Mujur Dari Langsa


Peselingkuh Mujur Dari Langsa -  Mujur benar nasib Alim – Ijah (bukan nama sebenarnya) warga Langsa Kabupaten Aceh Timur ini. Meski ketahuan selingkuh di negeri Serambi Mekah, tapi tak terkena sanksi hukum berdasarkan syariat Islam (qanun jinayat). Pemijat dan gendakannya ini hanya dipaksa nikah, tanpa merasakan “lezat”-nya punggung yang dicambuk bertubi-tubi.
Sejak September 2009 pemerintah Provinsi Aceh menerapkan Qanun Jinayat bagi seluruh wilayahnya. Sanksi itu antara lain diberikan kepada pelaku zina, tergantung kadar kesalahannya. Bisa dicambuk saja, bisa pula dirazam. Ketika berbuat memang asyik, tapi giliran kena sanksi Qanun Jinayat, tahu rasa. Baru ketahuan mesum saja sudah bukan main malunya, eh masih dicambuk pula di depan umum.
Tapi entah kenapa, mujur benar nasib pemijat dari  Alue Pineung, Langsa Timur ini. Ketika Alim, 37, tak bisa mengendalikan nafsunya, lalu menyetubuhi  Jjah, 30,  janda yang bukan istrinya, sanksinya hanya harus nikah segera. Mungkin tetua kampung itu merasa iba, karena keduanya menangis merengek-rengek dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Alkisah, Alim sudah beberapa waktu lamanya hidup menduda. Sebagai lelaki normal yang masih muda dan enerjik, sudah barang tentu merasa ada kebutuhan hakiki yang tak terpenuhi selama ini. Bayangkan, ketika ada istri dia tak pernah kedinginan di malam hari. Kapan saja berkehendak, istri bisa jadi sasaran tumpahan gairahnya.
Tapi sejak hidup menduda, Alim tak ketemu lagi ladang yang menggairahkan dan bebas gambut itu. Sebagai pemijat, sebetulnya lumayan banyak “ladang” di depan matanya. Tapi selama ini dia masih takut dan mampu mengendalikan gejolak lelakinya. Lagi pula, Alim tak mau dicap jadi dukun cabul seperti dukun-dukun pijat lainnya yang salah jalan.
Tapi ketika ketemu kenalan baru bernama Ijah, 30, sendi-sendi moral mulai berguguran. Apa lagi setan selalu mengompori bahwa menahan birahi bisa berdampak pada tumbuhnya penyakit jerawat. Maka dari pada beli obat jerawat, mendingan salurkan saja sesuai kebutuhan, yang penting sama-sama suka .
Begitulah, dalam kondisi pusing multi dimensi ini, Alim lalu mengajak gendakan ke rumahnya. Waktunya pun di luar kelaziman, sehingga menimbulkan kecurigaan warga. Bagaimana penduduk tak bersyak wasangka, terima  pasien wanita kok pukul 00 dinihari. Memangnya pijat telat barang lima menit bisa menyebabkan kematian? Warga pun mulai menganalisa, jangan-jangan, jangan jangan…..!
Penggerebekan segera dilakukan. Mereka memang tertangkap bukan dalam posisi berbuat. Tapi berdasarkan interogasi pihak RT, Alim – Jjah mengaku baru saja bersetubuh melepas hasrat. Pihak tetua desa menjadi iba rupanya ketika pezinawan dan pezinawati itu menangis dan mengaku bertobat.  Keduanya pun tak diserahkan ke lembaga kepolisian, kecuali hanya diharuskan nikah segera. Padahal bila jadi urusan berwajib di Aceh, opsinya hanya dua: dicambuk atau dirazam.
Habis nikah, bebas memijat sekehendak hatinya. (JPNN/G