Buscar

Páginas

abstrak: artikel/kehidupan penjaja sex

abstrak: artikel/kehidupan penjaja sex

Aisha Uddin: Orang Boleh Tak Senang, Tapi Saya Bangga Bisa Menjadi Muslim

 Aisha Uddin: Orang Boleh Tak Senang, Tapi Saya Bangga Bisa Menjadi Muslim
Aisha uddin
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Kulitnya putih pucat, matanya biru terang. Sebelum berjilbab, banyak o
terkaget-kaget ia bisa melantunkan Al Fatihah dengan merdu. Memang, tak sefasih Sameeah Karim, sahabatnya. Namun, bagi seorang kulit putih seperti dirinya, sungguh luar biasa.

Sudah beberapa tahun ini, Aisha memeluk Islam. Gadis 22 tahun ini juga sudah mulai berjilbab, bahkan lebih gemar mengenakan abaya. "Sebelum ini, jeans dan hoodies adalah busana saya sehari-hari...juga make up tebal," ia terkekeh menceritakan.

Banyak yang memprotes perubahannya, tapi ia tersenyum saja menanggapinya. "Bagi saya sekarang, jelas itu merupakan perubahan dramatis, tapi saya senang dengan apa yang saya buat, karena sekarang saya tidak harus membuktikan diri untuk menjadi orang lain di luar saya. Inilah saya," ujarnya.

Aisyah menaruh minat pada agama sejak menginjak sekolah menengah. Sejak itu, ia mulai diam-diam mengunjungi masjid setempat untuk belajar agama yang semula dianggap 'aneh' olehnya.

"Islam menarik perhatian saya dan saya ingin tahu lebih jauh ke dalamnya - orang-orangnya juga budayanya - dan saya terus belajar dan belajar," ujarnya.

Melanjutkan pendidikan ke Birmingham, ia merasa bak di surga. "Saya tak perlu lagi sembunyi-sembunyi belajar, dan di sekeliling saya banyak yang Muslim," katanya.

Dia mengaku menghabiskan bertahun-tahun belajar banyak tentang Islam sebelum sepenuhnya yakin dan bersyahadat. Setelah bisa mempraktikkan shalat lima waktu dengan benar, ia mulai belajar berjilbab.

"Hidup berubah secara dramatis setelah itu," akunya.

Ia bukan sedang bercerita tentang penampilannya, namun apa yang ada dalam dirinya. "Dulu saya adalah seorang pemberontak dan selalu mendapatkan masalah di rumah. Lalu ketika saya menjadi Muslim, saya menjadiagak tenang," ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga lebih senang tinggal di rumah, ketimbang dugem di luar rumah. "Mempelajari sesuatu dari internet, atau membaca buku membuat saya lebih bahagia...Kini saya bangga punya identitas tertentu," akunya.
Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: BBC, Turn To Islam

Kisah Musisi Inggris, Abdullah Rolle, yang Kini Fokus Menjad Artis Nasyid


Kisah Musisi Inggris, Abdullah Rolle, yang Kini Fokus Menjad Artis Nasyid Abdullah Rolle lahir di Inggris dan memeluk Islam sekitar tujuh tahun lalu. Sejak muda ia sudah terlibat banyak dengan kegiatan musik, produksi, sebagai penyanyi dan pemain musik.

Pada 2008 lalu, ia meluncurkan CD Nasyid pertamanya, "Peace" di Global Peace and Unity Conference yang diselenggarakan di London. Perjalanannya menuju Islam sangat terkait erat dengan karirnya sebagai musisi.

Suatu hari ia berjalan di pasar dan seorang lelaki Muslim datang mendekat padanya minta izin untuk berbicara sesaat. Si lelaki bertanya apakah Rolle tahu tentang Islam dan Rasul Muhammad.

Kala itu Role menjawab ia selalu tahu Tuhan adalah pencipta segalanya, tapi ia menekankan hanya diajari tentang Yesus, bukan Muhammad. Rolle tak ingin terlibat lebih jauh dalam diskusi itu.

"Saya bukan orang yang tertarik dengan agama saat itu. Beberapa tahun kemudian saya juga terlibat obrolan dengan seorang Muslim mengenai Keesaan Allah, tapi saya tetap tidak siap berpikir apa pun tentang Islam, atau menjadi Muslim," tutur Rolle.

"Saya tak dekat dengan orang-orang agamis. Orang-orang didekat saya yang bersentuhan dengan bisnis musik memiliki gaya hidup tersendiri. Jadi saat itu saya sama sekali tak tertarik Islam dan tak ada yang menarik saya." Waktu yang tepat bagi Rolle belum tiba.
Sebuah Toko Buku yang Mengubah Hidup

Rolle pindah ke London Timur dan kerap mengunjungi toko buku bernama Dar Assalam di kawasan West End.

Ia mengenang, "Saya selalu suka membaca tentang kisah dunia dan konspirasi serta apa yang terjadi di dunia. Beberapa hal yang saya baca benar dan sebagian lagi tidak. Namun itu tak membuat saya dekat pula dengan Pencipta. Jiwa saya selalu mencari meski saya  tak seratus persen sadar tentang itu."

Para pengunjung dan pengelola toko buku itu sering memberi Rolle brosur atau buku kecil yang ia bawa pulang dan disimpan dalam lemari. Tak lama setelah Irak diinvasi dan setelah membaca seluruh brosur, mulai tumbuh simpati dalam diri Rolle terhadap Muslim

"Saya bertanya pada diri sendiri mengapa dunia selallu menyerang Islam dan Muslim." Rolle juga kian menyadari bahwa media menggambarkan Muslim sebagai teroris. Ia menyadari itu karena paham media kerap tak mengungkapkan fakta sesungguhnya.

Rolle pun tertarik mengapa orang-orang sering menyerang Muslim. Kadang ketika ia mulai bingung, ia pergi ke kamar tidurnya, meletakkan kepala ke lantai, bersujud dan berdoa.

Tak lama kemudian, kepada putranya ia berkata, "Saya butuh sesuatu untuk makanan rohani. Buku-buku ini tak bisa berbuat banyak." Anaknya menunjuk sebuah DVD berjudul 'Whati is The Purpose of Life? oleh Khaled Yaseen.

Ia membawa satu dan membawanya pulang untuk ditonton, dan ia terinspirasi. "Semua yang saya lihat di DVD seperti sudah saya kenal lama. Saya tahu itulah kebenaran sesungguhnya," kenang Rolle.

Saat itu ia mengetahui bahwa Muslim shalat lima kali dalam sehari. Ia sempat memandang tentu sulit bagi dirinya yang berbisnis di musik untuk bisa-bisa melaksanakan. Tapi hati kecil Rolle berkata itulah yang seharusnya. Pemilik toko buku memberi ia banyak buku, namun tak satu pun yang memuat pembolehan seseorang boleh meninggalkan shalat.

Dibimbing oleh Muslim
Rolle masih ingat bagaimana komunitas Muslim membimbingnya. Ia selalu dikelilingi oleh saudara-saudara yang benar-benar menunjukkan perhatian tulus. "Saya menghabiskan banyak waktu bersama mereka selama dua tahun. Mereka mengajari saya, membenarkan saya dan mengingatkan saya. Ini terutama saudara-saudara dari toko buku. Setelah itu saya selalu bersama mereka."

"Saya selalu menemukan bahwa sebagian Muslim sangat sopan, dermawan dan baik hati. Bahkan ketika mereka memiliki masalah terkait umat di dunia, secara individu mereka selalu baik terhadap saya. Saya terdorong untuk menjadi saleh dan saya selalu mencoba. Saya ingin seperti mereka." tutur Rolle.

Saat itu, Rolle telah meyakini Islam dan memperoleh pengetahuan mendasar tentang agama itu serta dalam tahap kian ingin mendalami lebih lanjut. Kala itu pula, teman-teman Muslimnya berkata bahwa ia sudah seharusnya mendeklarasikan dua pernyataan syahadat dan mengingatkan bahwa kematian siap menjemput kapan saya. Namun, ia masih merasa belum sepenuhnya siap.

DVD lain


Ia pun bercerita pada istrinya tentang DVD yang pernah ia lihat dan bagaimana ia tersentuh sesudah itu. Kemudian ia menonton DVD lain, oleh Sheikh Fiez asal Australia berjudul One Islam yang berisi tentang Hari Perhitungan dan Pembalasan. Tiba-tiba ia merasa dilahirkan kembali.

Perasaan takut kepada Allah yang Esa mulai merasuk ke dalam kalbu "Jika saat itu saya bisa mengucapkan syahadat pasti saya lakukan segera," tutur Rolle. Keesokan hari ia tak menunda lagi. Ia menyatakan siap dan dua hari kemudian ia resmi menjadi Muslim. Setelah itu ia tak pernah menengok ke belakang.

Saat menjadi Muslim, ia mengamati para ulama dan timbul perasaan iri. "Saya berharap saya mengenal Islam ketika jauh lebih muda," tuturnya. Namun Allah tahu yang terbaik.

Saudara sesama Muslim, tutur Role selalu menggunakan pendekatan halus ketika hendak menyampaikan sesuatu, termasuk tentang Muslim. "Mereka tidak mengatakan musik haram, bila ya, tentu saya tak akan menjadi Muslim karena itulah pekerjaan dan dunia saya." tuturnya.

Salah satu tantangan terbesar Rolle setelah memeluk Islam adalah belajar Bahasa Arab dan shalat dalam Bahasa Arab. "Saya merasa seperti kembali ke sekolah. Saya beruntung karena mampu menghafal beberapa juz Al Qur'an dan saya bisa membaca tulisan Arab sehingga saya dapat shalat dan berdoa lebih banyak." ungkapnya.

Musik atau tanpa Musik?


Awal menjadi Muslim, Rolle bekerja sebagai guru musik untuk anak-anak di sekolah serta menciptakan lagu bagi pusat belajar kota. Ia bekerja dengan anak-anak yang pergi meninggalkan rumah.

Pekerjaannya membuat ia mengetahui banyak cerita sedih dari anak-anak muda. Rolle tergerak untuk menolong.

Perlahan timbul pemahaman dalam benaknya, apakah benar tak ada berkah di dalam pekerjaannya. "Haruskah saya melepas semuanya, sekolah, pusat komunitas dan yang lain? Beberapa orang menghormati apa yang saya lakukan dan yang lain mengatakan saya salah mengambil keputusan."

Rolle awalnya tak memiliki niat menyentuk nasyid setelah memeluk Islam, namun ia memiliki studio rekaman yang bisa dimanfaatkan. Kini Rolle fokus mengembangkan karir sebagai penyany i nasyid internasional. Setahun setelah album pertamanya 'Peace' dirilis ia melakukan tur ke Afrika Selatan.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Onislam.net

Mesum di Kompleks Guru


Mesum di Kompleks Guru -  Berani juga Maksum, 52, (bukan nama sebenarnya) menyatroni istri Hasan yang jadi pekerja di penggergajian kayu. Apa nggak takut digorok suami? Nggak tahulah, yang jelas aksi mesum sesama guru itu justru kepergok oleh para tetangga di komplek guru. Kini Maksum dan Ida, 35, (bukan nama sebenarnya) jadi urusan polisi Sambas (Kalbar).
Apalah artinya sebuah nama (what’s in a name?) begitu kata sastrawan Inggris William Shakespeare. Tapi bagi orang Islam, nama bisa dimaknai sebuah doa. Idem dito orang Jawa, memberikan nama anak Slamet, dengan maksud selamat terus. Nama Rejeki dengan maksud rejekinya terus berlanjut. Tapi ada juga, namanya Untung Raharjo tapi malah mati ketabrak truk.
Bagaimana dengan si Maksum, tapi malah ketangkap berbuat mesum? Jelas ini musibah. Karena dia seorang guru, namanya jadi musibah kuadrat. Soalnya, mau tidak mau seorang guru selalu diposisikan sebagai tokoh santun, karena dia pendidik para pewaris bangsa. Tapi sebagai manusia biasa yang punya nafsu aluamah dan supiah, tergoda rayuan setan anggota SPI (Satgas Penggoda Iman), sudahlah biasa.
Begitulah kisah Maksum yang suka begituan. Sebagai guru SD di lingkungan Dinas Pendidikan Sambas, dia punya teman sesama guru bernama Ida. Meski tidak satu sekolah, keduanya sering ketemu di dinas. Dari situlah urusan mulai berlanjut. Apa lagi setelah Maksum mengetahui bahwa Ida ini sering ditinggal suaminya, karena bekerja di penggergajian kayu di Sanggau.
Lho, apa hubungannya antara suami yang jarang pulang dan kedekatan Maksum dengan guru Ida? Secara umum, tidak ada. Tapi karena ini memang nggak umum, ya jadi ada, meski tak perlu diumum-umumkan untuk umum. Yang jelas, Pak Guru Maksum tahu bahwa Ida perempuan yang sangat kesepian gara-gara sering ditinggal suaminya di tempat kerja. “Maka Sum, berlomba-lombalah kamu dalam kemesuman…..” bujuk si setan anggota SPI.
Ida memang bukan perempuan kodian, baik penampilan maupun kedudukan. Cantik, pintar dan pendidik pula. Sayangnya, dia punya “lahan” jarang digarap karena Hasan suaminya selalu berkutat dengan mesin penggergajian. Maksum sebagai lelaki normal yang sudah berkoalisi dengan setan SPI, sangat berkeinginan memberikan “solusi” bagi bu guru Ida rekannya. Ternyata gayung pun bersambut, sehingga ketika situasi sangat mantap terkendali, Maksum sering memasok kebutuhan syahwat Ida di Kompleks Guru Sungai Tapah, Salatiga, Kalimantan Barat.
Beberapa hari lalu, di kala hujan baru saja reda, nampaklah Ida dibonceng pak guru Maksum menuju rumahnya di Sungai Tapah. Tanpa sengaja seorang warga melihat pemandangan itu. Mengingat dia tahu persis siapa suami Ny. Ida, dia lalu beryakwasangka bahwa lelaki itu pastilah PIL-nya. Iseng-isengpun dia lalu mengintip ruang tamu. Lho kok benar? Bagaikan burung balam ketemu jodohnya, Ida dan lelaki tamu itu langsung berpagutan dengan mesra.
Ketika Ida lalu menyeret tamunya ke dalam kamar, sang “mata-mata” ini lalu menghubungi Pak RT. Sejumlah orang diam-diam membentuk satgas pengintipan. Duh, duh, adegannya benar-benar seru. Di kamar itu Ida tengah disetubuhi oleh tamunya. Pantesan si tamu betah nggak pulang-pulang, karena dapat suguhan istimewa berupa selimut hidup.
Atas nama etika, setelah mereka selesai melepaskan hajatnya, pintu depan diketuk. Lamaaa, baru dibuka. Pak RT segera klarifikasi dan minta pertanggungan jawab apa yang diperbuat Ida dan tamunya beberapa menit lalu. Awalnya mereka membantah, tapi setelah ditunjukkan bukti bahwa aksi mereka dijadikan ajang nobar (nonton bareng), tamu si guru Maksum itu memohon kasusnya jangan diperpanjang. Tapi warga tak peduli, sehingga malam itu juga Maksum dan Ida dibawa ke Polsek Sambas untuk menjalani proses lebih lanjut.
Pak dan bu guru berbuat saru dan seru. (BP/Gunarso

Pensiunan Ogah “Pensiun”

Pensiunan Ogah “Pensiun” -  Meski usia sudah 65 tahun, Sahrudin masih getol juga dalam urusan asmara. Maklum, biarpun sebagai PNS sudah pensiun, dalam urusan satu itu dia memang tak mau pensiun. Maka yang terjadi kemudian, Sahrudin digerebek polisi dan istrinya ketika kelonan dengan WIL-nya, yang katanya sudah dikawin siri.
Tidak semua orang bisa menyadari akan ketuaannya. Walaupun usia sudah kepala enam, tetap saja masih merasa muda. Maka bagi kalangan politisi,  mumpung punya duit dan UU tidak melarang, majulah dia jadi calon presiden. Soal jadi atau tidak, itu urusan kedua. Yang penting maju. Bukankah kegagalan itu hanyalah sukses yang tertunda?
Sahrudin memang bukan politisi, dan duitnya juga hanya pas-pasan. Maka ketika dirinya masih merasa muda, dan gairah masih juga ada, dia hanya ingin jadi presiden rumahtangga jilid II. Maksudnya kawin lagi, begitu. Sayangnya, kemauan ada, tapi keberanian tiada. Sahrudin tahu persis bahwa istrinya sangat anti poligami, meski sering ke poliklinik lantaran sakit-sakitan.
Justru karena sering sakit itu, Maisaroh, 60, sebagai istri sudah tak bisa lagi menjalankan “kewajiban” istri secara optimal. Sahrudin yang masih merasa masih muda dengan sejuta gairahnya, memandang perlu menyacari solusi/penyaluran lain. Sejak itulah dia mulai menebar pesona, mememperluas cakrawala. Siapa tahu masih ada wanita yang siap diajak kerjasama nirlaba dalam urusan rumahtangga.
Sekian lama mencari sosok alternatif, akhirnya Sahrudin dapat juga janda muda, namanya Dewi, 40. Dalam usia kepala 4, dia memang masih kenceng-kencengnya dan nafsu-nafsunya. Ketika diajak nikah dengan si kakek, ternyata dia tak menolak, yang penting ada jaminan benggol (uang) dan bonggol. “Saya mau jadi istrimu, asalkan tugasku sekedar mamah dan mlumah,” begitu persyaratan Dewi.
Syarat-syarat Dewi kakek Sahrudin mampu memenuhi, tapi persyaratan izin dari istri pertama sebagai prosedur poligami, lha ini yang repot. Dan bisa dipastikan, merengek dan menangis dengan air mata darah, tak bakalan istri di rumah mengijinkan. Maka Sahrudin menawarkan opsi baru, mau tidak dikawin siri sja?
Lantaran sudah kepalang basah, Dewi pun tidak keberatan. Toh soal keturunan, dalam usia kepala 4 dia sudah tak berharap banyak. Yang penting kan penak, bukan anak. Maka diam-diam keduanya pun menikah siri. Sejak saat itu wajah Sahrudin ceria selalu. Soalnya meski di rumah nggak keurus, di tempat Dewi selalu terjamin. Ibatat mobil, dia bisa tune up dan sporing balansing kapan saja, meski “ban” miliknya sudah mulai gundul!
Tapi sebagai pensiunan keuangan Sahrudin sangat terbatas, sehingga dia tak bisa berlama-lama menjadi nakoda dua kapal. Karena keuangan mulai berkurang, dan suami juga jadi “jarum super”, penyelidikan pun mulai digelar. Hasilnya sangat mengejutkan, ternyata Sahrudin punya WIL di Mamajang, Makasar (Sulsel). Segera saja sang istri melapor ke Polsek Mamajang dan penggerebekan dilakukan.
Pensiunan dari kota Makasar ini pun digerebek di rumah WIL-nya. Ternyata benar, ketika pintu digedor polisi, Sahrudin – Dewi sedang bermesraan lazimnya suami istri. Keduanya pun digelandang ke Polsek. Dalam pemeriksaan keduanya mengaku sudah kawin siri. Maka polisi kemudian menjerat Sahrudin dengan pasal menikah lagi tanpa izin istri pertama.
Nikahnya saja tanpa izin, apa lagi kawinnya. (HS/Gunarso TS)